INDIMANADO.COM, SULUT – Keberadaan kelapa sawit di Nyiur Melambai
akhir-akhir ini menjadi isu menarik di media sosial. Apalagi banyak warganet yang
memposting mengenai keberadaan kelapa sawit, hal inilah yang membuat isu ini
menjadi viral di media sosial.
Mendengar persoalan ini, orang nomor satu Sulut, Olly Dondokambey
emosi, karena, seakan-akan keberadaan kelapa sawit di daerah ini atas prakarsa
pemerintahan OD-SK (Olly Dondokambey-Steven Kandow).
Jelas ada kekwawatiran kelapa sawit akan membawa kerugian bagi
petani kelapa di Sulut, mengapa ? komoditi andalan Sulut ini merupakan competitor
kelapa sawit. Selain itu, tanaman kelapa sawit ini sudah terlilit banyak kasus,
diantaranya, kasus lingkungan. Komoditi ini juga dinilai hanya menguntungkan
perusahaan. Tak heran timbul penolakan dimana-mana.
Oleh karenanya, Gubernur Olly Dondokambey dengan tegas menolak
keberadaan kelapa sawit tersebut.
“Saya menolak kehadiran kelapa
sawit di Sulawesi Utara,” tegasnya.
Dia menjelaskan, sejak dilantik sebagai orang nomor 1 di Sulut,
dia tak pernah mengeluarkan ijin beroperasi perusahan-perusahan kelapa sawit.
“Dan selama saya masih gubernur, saya tidak akan mengeluarkan
ijin,” tandasnya.
Lantas dari mana datangnya kelapa sawit di Sulut? Sejak kapan
perusahan kelapa sawit beroperasi? Di lokasi mana saat ini pohon kelapa sawit
tumbuh? Mari kita telusuri.
Dari data yang ada terungkap, ekspansi perusahan-perusahan kelapa
sawit dimulai tahun 2009 silam. Wilayah yang dituju adalah Bumi Totabuan.
Tercatat, 9 perusahaan kelapa sawit yang bersama-sama memburu tanah di daerah
tersebut. Perusahan-perusahan itu yakni PT Anugerah Bolmong Indah, PT Anugerah
Bolmong Indah, PT Bol Indah Utama, PT Bol Indah Perkasa, PT Global
Internasional Indah, PT Inobonto Indah Perkasa, PT Karunia Kasih Indah, PT Sino
Global Perkasa dan PT Tomini Indah Perkasa. Perusahan-perusahan itu berasosiasi
dalam kelompok usaha IZZISEN Group.
Usaha untuk mendapatkan ijin dari pemerintah saat itu berhasil.
Kewenangan untuk menerbitkan ijin berada di tangan pemerintah kabupaten. Itu
pun bukan kepemimpinan saat ini tapi periode sebelumnya. Tercatat total lahan
perkebunan yang akan dikelola seluas 79.150,30 hektar. Dari luas area itu, 20%
mencakup kebun plasma dan 80% kebun inti. Dari total lahan itu, sedikitnya
609,91 Ha lahan Hak Guna Usaha (HGU) siap diolah. Berdasarkan Surat Keputusan
Bupati Bolmong Nomor : 31/2011 tentang Izin Usaha Perkebunan PT. Anugerah
Sulawesi Indah (ASI), perusahaan itu beroperasi di Desa Lolak, Lolak
Tombolango, Padang Lalow dan Lolak II, kecamatan Lolak.
Sebelum kelapa sawit menjamur, warga masyarakat keburu menolak.
Gelombang penolakan dari hari ke hari makin meluas. Kendati di beberapa areal,
sudah mulai ditanami tapi perusahan secara resmi belum menanam. Bahkan penataan
blok perkebunan untuk petani dan perusahan sudah ada.
Dari informasi yang beredar ternyata, ekspansi kelapa sawit mulai
meluas ke Bolmut. Saat ini proses perizinan sudah pada tahap penyusunan
perbaikan dokumen AMDAL. Sesuai Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) luasan untuk kelapa sawit mencapai 17.000 Hektare. Itu berarti,
tinggal menunggu waktu di Bolmut juga bakal memiliki perkebunan kelapa sawit.
Tak hanya di Bolmut. Di Minsel juga sudah mulai dirambah.
Perusahaan yang sementara beroperasi di Desa Popareng, Tatapaan sementara
beroperasi. Konon, perusahaan berlabel PT PP London Sumatera Site Pungkol yang
akan menjajal 103 Ha lahan belum mengantongi ijin operasional. Kendati mungkin
masih pada tahap uji coba, tapi keberadaannya akan menjurus pada budidaya.
Berkali-kali Gub OD menyatakan penolakan terhadap kehadiran
perusahan kelapa sawit. “Saya tidak pernah terbitkan rekomendasi atau ijin
untuk kelapa sawit”, tegasnya. Apalagi diakuinya, penerbitan ijin bukan
kewenangan pemerintah provinsi melainkan ada di tingkat kabupaten dan kota.
Kecuali budidaya itu berada di dua kabupaten atau kota bersamaan. Sebagai mana
telah tercantum pada UU (Undang-Undang) nomor 39 Tahun 2014. Dalam aturan ini,
penerbitan ijin adalah kewenangan bupati dan atau walikota. “Selama ini, sejak
saya menjabat belum pernah mengeluarkan rekomendasi teknis terkait usaha
budidaya sawit,” tambah Kadis Perkebunan Sulut, Ir. Refly Ngantung.
Tapi apa lacur? Ternyata ijin yang ada saat ini dikeluarkan oleh
top eksekutif di kabupaten periode sebelumnya, seperti di Bolmong. Apakah
penolakan Gubernur Sulut secara otomatis membatalkan ijin yang telah terbit?
“Kalau pak gubernur mengambil langkah seperti itu kita pemerintah daerah
Bolmong akan mengikuti langkah tersebut. Tapi tidak menggugurkan izin
perkebunan sawit yang sudah ada di bolmong, sebab izin tersebut sudah ada
sebelum pak gubernur menjabat dan saya menjabat bupati”, jelas Bupati Bolmong
Yasti Soepredjo Mokoagow. Kendati begitu, setiap keputusan atau peraturan,
selalu mengandung diktum; jika di kemudian hari terdapat kekeliruan, dapat
ditinjau lagi dan dibatalkan.
Itu berarti, ada dua konsekuensi yang perlu ditempuh oleh
pemerintah sebagai bentuk penolakan terhadap kelapa sawit. Meninjau kembali dan
membatalkan ijin yang telah diterbitkan oleh pemerintahan sebelumnya. Dan tidak
memberikan rekomendasi atau menerbitkan ijin yang baru bagi perusahan-perusahan
kelapa sawit yang akan beroperasi di Sulut.
Hal ini sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
yang menghentikan sementara (moratorium) izin perkebunan kelapa sawit
sebagaimana diatur lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang
Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan
Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Inpres ini berlaku sejak diterbitkan
pada 19 September 2018 silam. Latar belakang lahirnya Inpres ini didasarkan
pada keinginan pemerintah untuk meningkatkan tata kelola perkebunan kelapa
sawit yang berkelanjutan di seluruh Indonesia. Seluruh kementerian terkait
diminta agar melakukan kajian matang dan komprehensif sehingga memberikan
kepastian hukum dan keamanan bagi lingkungan hidup. Kepala-kepala daerah baik
provinsi maupun kabupaten dan atau kota, dilarang untuk mengeluarkan ijin usaha
perkebunan kelapa sawit.
(**/alfa jobel)