Hilangkan Rasa Malu, Maksimalkan Pendampingan dan Perlindungan Kepada Anak Berkebutuhan Khusus Hilangkan Rasa Malu, Maksimalkan Pendampingan dan Perlindungan Kepada Anak Berkebutuhan Khusus - Media Independen

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Hilangkan Rasa Malu, Maksimalkan Pendampingan dan Perlindungan Kepada Anak Berkebutuhan Khusus

29 July 2020 | 20:44 WIB Last Updated 2020-07-29T12:44:22Z

INDIMANADO.COM – Orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus sebaiknya menghilangkan perasaan malu karena dapat menjadi kendala utama dalam pemenuhan kebutuhan dan perlindungan bagi anak mereka, terutama dalam situasi pandemi Covid-19. Berikanlah kasih sayang dan perhatian dalam memberikan pemahaman situasi yang mereka hadapi, terutama terkait pencegahan Covid-19, serta dampingi mereka selama proses belajarnya.

“Kendala terbesar dalam mewujudkan perlindungan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), terutama saat pandemi Covid-19 adalah rasa malu pada orangtua atau keluarganya. Dengan rasa malu yang ada, orangtua cenderung menutup akses bagi anak mereka, termasuk akses terhadap pemenuhan kebutuhan dan perlindungannya. Kami berharap orangtua mampu menekan rasa malu mereka karena peran orangtua begitu besar dalam memberikan dan membuka akses terhadap perlindungan yang optimal bagi ABK, terutama saat masa pandemi,” tutur Asisten Deputi Perlindungan Anak Berkebutuhan Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Usman Basuni dalam Webinar Koordinasi Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas dalam Masa Pandemi Covid-19.

Sebelumnya, webinar ini juga sudah dilaksanakan di 2 (dua) wilayah lain, yakni pada 15 Juli 2020 di Indonesia Bagian Barat, dan 24 Juli 2020 di Indonesia Bagian Tengah.

Terkait hal ini, Kemen PPPA bekerjasama dengan Lembaga SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan Difabel Dan Anak) dan mitra kerja lainnya telah menyelesaikan dan meluncurkan Protokol Perlindungan Anak Penyandang Disabilitas dalam Situasi Pandemi Covid- 19.

Ketua Yayasan SAPDA, Nurul Saadah berhadap agar protokol ini dapat memberikan pemahaman atau panduan kepada para pihak yang bekerja dalam penanggulangan wabah Covid-19 secara umum atau mereka yang secara khusus bekerja di sektor disabilitas, dan bagi keluarga anak penyandang disabilitas.

“Sebagian besar anak penyandang disabilitas memiliki penyakit bawaan, baik terkait saluran pernapasan dan organ dalam tubuh. Oleh karenanya, mereka rentan terpapar virus dan penyakit. Masalah lainnya adalah selama ini sebagian besar informasi yang anak penyandang disabilitas dapatkan hanyalah dari orangtua mereka, termasuk informasi terkait pencegahan Covid-19. Sementara, tidak semua orangtua memiliki informasi yang baik terkait Covid-19 dan tidak paham mengenai cara penyampaian informasi terkait Covid-19 yang baik kepada anak penyandang disabilitas. Protokol perlindungan anak penyandang disabilitas dalam situasi pandemi Covid-19 memerhatikan keberagaman anak penyandang disabilitas karena mereka memerlukan pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya, cara penyampaian informasi terkait Covid-19 yang berbeda antara anak disabilitas netra dan anak disabilitas rungu,” terang Nurul.

Nurul menambahkan dalam proses implementasi protokol ini, Kemen PPPA tidak bisa berdiri sendiri, harus ada sinergi dari berbagai pihak. Misalnya, terkait penyediaan layanan pendidikan yang ramah disabilitas selama pandemi Covid-19, Kemen PPPA bersinergi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Berbicara mengenai akses pendidikan bagi anak penyandang disabilitas, Kepala Sekolah Luar Biasa G Rawinala, Budi Prasojo mengatakan pihaknya selama pandemi telah menyusun materi pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membebani anak dan orangtua, namun tetap bermakna dan bermanfaat bagi anak dan keluarganya.

“Materi pembelajaran di rumah yang kami susun tidak membebani anak dan orangtua, namun bermakna dan bermanfaat bagi anak itu sendiri dan orang lain. Materi tersebut juga disesuaikan dengan kemampuan dan minat para siswa kami. Hal ini terutama berkaitan dengan kemandirian, misalnya cara berbahasa isyarat, membersihkan rumah, dan cara membuat minuman. Dalam melakukan evaluasi, guru tidak memberikan penilaian atau skor. Namun, memberikan narasi dari proses pembelajaran, upaya, dan hambatan yang dialami orangtua, lalu akhirnya memberikan respon dan solusi kepada orangtua,” ujar Budi.

Dalam melakukan pengasuhan terhadap anak penyandang disabilitas selama pandemi Covid-19, Spesialis Perlindungan Anak Save The Children Indonesia, Yanti Kusumawardhani berpesan agar orangtua menunjukkan rasa empati dan kasih sayang kepada anak-anaknya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan dukungan secara fisik dan verbal, bahasa tubuh, dan kata-kata yang positif, pujian pada kemampuan dan capaian anak sekecil apapun, serta bantuan yang diberikan hanya ketika anak membutuhkannya agar mereka bisa mandiri. Namun, pastikan anak merasa orangtua selalu hadir di dekat mereka.

Yanti juga mengingatkan agar orangtua tidak lupa membagi beban pengasuhan tersebut kepada anggota keluarga lainnya, atau antara suami dan istri. Selain itu, usahakan agar orangtua tetap terhubung dengan orang-orang yang memahami situasinya, misalnya dengan komunitas orangtua dengan anak penyandang disabilitas dan organisasi penyandang disabilitas. Yanti menambahkan bahwa merupakan hal yang wajar jika orangtua merasa stres, frustrasi, dan cemas saat ini. Oleh karenanya, para orangtua jangan lupa untuk menghargai dirinya dan istirahat saat lelah.

(*/Subhan)

CLOSE ADS
CLOSE ADS
close