![]() |
| Aktivitas pertambangan emas PT Tambang Mas Sangihe (TMS). (Foto istimewa) |
SANGIHE, Indimanado.com - Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Save Sangihe Island (SSI) kembali melontarkan kecaman keras terhadap aktivitas pertambangan emas PT Tambang Mas Sangihe (TMS) yang disebut kembali beroperasi dan semakin memperparah kerusakan lingkungan di wilayah selatan Pulau Sangihe.
Kawasan perbukitan di Desa Bowone dan Desa Binebas dilaporkan hancur akibat aktivitas pertambangan yang berlangsung secara masif dan tak terkendali.
Melalui unggahan di kanal media sosial mereka, SSI mempublikasikan sejumlah foto yang memperlihatkan kondisi terkini Pulau Sangihe. Gambar-gambar tersebut menampilkan lanskap perbukitan yang terkoyak, vegetasi yang lenyap, serta bekas-bekas aktivitas tambang yang meninggalkan luka ekologis mendalam.
“Ini adalah keadaan Pulau Sangihe hari ini. Pergulatan yang dimenangkan rakyat di Mahkamah Agung pada tahun 2022 lalu menjadi sia-sia,” tulis SSI dalam unggahan di media sosial X.
Mereka menegaskan bahwa Sangihe adalah pulau kecil yang secara hukum dan ekologis tidak layak untuk ditambang, namun hingga kini terus “dihajar” oleh perusahaan tambang emas asal Kanada.
SSI menyebut, kerusakan tidak hanya terjadi di daratan. Limbah pertambangan diduga telah mencemari wilayah laut di sekitar pulau, mengancam ekosistem pesisir serta sumber penghidupan masyarakat nelayan. Ironisnya, menurut SSI, aktivitas tersebut justru terus mendapatkan sokongan negara.
“Dan terus mendapatkan sokongan pemerintah. Keadaannya sudah separah ini, limbahnya sudah jelas, laut sudah tercemar. Berbagai kerusakan yang terjadi baik di Sangihe, Papua Dan juga di Pulau Sumatera adalah bentuk kerakusan," tulis SSI.
Mereka menilai, kerusakan yang terjadi di Sangihe, Papua, hingga Sumatera merupakan satu pola yang sama. Kerakusan kekuasaan dan korporasi atas nama investasi.
Dalam pernyataan sikapnya, SSI menegaskan penolakan mutlak terhadap keberlanjutan tambang emas di Pulau Sangihe. Mereka menyebut perjuangan ini sebagai soal hidup dan mati.
“Kerakusan harus segera dihilangkan dari muka bumi. Kami menolak untuk mati, kami menolak untuk dibunuh pelan-pelan. Ini bukan hanya untuk kami, tetapi untuk semua orang yang hari ini sedang mengalami bencana mematikan akibat perusakan lingkungan,” tegas SSI.
SSI juga menyatakan solidaritas terhadap korban bencana alam di Sumatera yang dinilai sebagai dampak langsung dari eksploitasi alam yang berlebihan dan kebijakan yang mengabaikan keselamatan rakyat.
“Kami bersolidaritas dengan saudara-saudara kami di Sumatera. Kami tidak akan membiarkan kehancuran ini terjadi di mana pun, terlebih di tanah air kami sendiri, Sangihe,” tandas mereka.
Diketahui, tambang emas Sangihe berlokasi di Pulau Sangihe, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, dengan wilayah konsesi mencapai sekitar 42.000 hektare yang mencakup wilayah selatan pulau, termasuk Desa Bowone dan Binebas.
Wilayah yang seharusnya dilindungi sebagai pulau kecil itu kini disebut berada dalam kondisi rusak parah akibat aktivitas pertambangan berskala besar.
SSI menegaskan akan terus menyuarakan penolakan dan menggalang solidaritas demi menyelamatkan Pulau Sangihe dari kehancuran.
Aktivis Save Sangihe Island (SSI) mengecam keras aktivitas tambang emas PT Tambang Mas Sangihe yang merusak wilayah selatan Pulau Sangihe. Desa Bowone dan Binebas hancur, lingkungan rusak parah, laut tercemar, warga terus menolak pertambangan di pulau kecil tersebut.
Save Sangihe Island, SSI, Tambang Emas Sangihe, PT Tambang Mas Sangihe, PT TMS, Pulau Sangihe, Tambang Kanada, Kerusakan Lingkungan, Pencemaran Laut, Desa Bowone, Desa Binebas, Tambang Pulau Kecil, Tolak Tambang, Aktivis Lingkungan, Sulawesi Utara. (Dwi)
