Tidak Punya Handphone, Yoshiro Sondakh Rela Menempuh Jarak 3 KM Dengan Sepeda Untuk Belajar Luring di Sekolah Tidak Punya Handphone, Yoshiro Sondakh Rela Menempuh Jarak 3 KM Dengan Sepeda Untuk Belajar Luring di Sekolah - Media Independen

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tidak Punya Handphone, Yoshiro Sondakh Rela Menempuh Jarak 3 KM Dengan Sepeda Untuk Belajar Luring di Sekolah

1 October 2020 | 14:59 WIB Last Updated 2020-10-01T07:00:03Z


INDIMANADO.COM - Yoshiro Sondakh, Siswa kelas Siswa kelas 10 (X IPS) SMA Negeri 2 Pineleng setiap harinya menempuh jarak sekira 3 KM dari rumahnya ke sekolah dengan menggunakan sepeda. Hal tersebut terpaksa dilakukannya agar bisa sekolah.


Anak pertama dari tiga orang bersaudara itu tidak memiliki smartphone untuk belajar daring. Hanya ada satu buah smartphone milik ibunya, itu pun sudah dipakai adiknya yang masih duduk dibangku sekolah dasar.


Ibunya tidak mampu membelikan smartphone karena selain seorang single parent, ibunya yang dahulu bekerja di pabrik pengolahan minyak kelapa terpaksa dirumahkan akibat dampak dari pandemi Covid-19. 


Setiap hari, sekira pukul 06.30 wita, dia sudah mengayuh sepeda dari rumahnya yang terletak di Jalan Mogandi No.5, Sea, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara menuju sekolahnya di  Jalan Veteran, Sea I, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa.


Dengan menggunakan sepeda, dia menempuh jarak sekira 3 Km setiap hari. Pernah suatu kali sepedanya rusak, dia pun terpaksa jalan kaki menuju sekolahnya.


Seringkali Yoshiro tiba terlebih dahulu di sekolah dibanding guru-gurunya. Setiap hari dia belajar secara luring terlebih dahulu di dalam kelas, mendapat tugas, kemudian pindah di ruangan laboratorium untuk belajar dengan menonton pembelajaran via youtube sambil menyelesaikan tugas yang diberikan.


Aktivitas tersebut sudah dijalaninya sejak bulan Mei, meski mengaku merasa capek mengayuh sepeda setiap hari namun semua itu bisa dikalahkan dengan semangatnya yang tinggi untuk mendapatkan pendidikan.


"Sejak mulai sekolah sudah rajin datang ke sekolah, sekira bulan Mei. Ada rasa capek juga harus mengayuh sepeda setiap hari, namun karena ingin belajar tetap saya datang demi untuk mencapai cita-cita," kata Yoshiro yang berkeinginan kelak menjadi ahli penerjemah bahasa Inggris, Kamis (1/10/2020).


Selain mendapat pelajaran sesuai jadwal mata pelajaran, sering di saat waktu lowong, guru-gurunya yang lain memberikan pembelajaran tambahan kepadanya.


Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) urusan kurikulum Mike S.K Buol mengatakan sejak masuk di sekolah tahun pelajaran 2020/2021 dia meminta untuk luring.


"Jadi kami layani dia sesuai jadwal yang berlaku disekolah ini. Kadang kala kalau mengkuti jadwal itu sampai siang jadi untuk mata pelajaran yang lainnya dibawa ke rumah, kerjakan tugas di rumah dan besoknya dia bawa laporan ke sekolah," kata dia.


Menurutnya, selain Yoshiro ada juga beberapa siswa lainnya yang belajar luring, bedanya kalau yoshiro datang setiap hari sedangkan siswa lainnya hanya datang mengambil tugas untuk satu minggu kemudian selesai mengerjakan tugas laporan dibawa kembali minggu berikutnya.


"Kalau Yoshiro tetap kami layani setiap hari karena kami melaksanakan pembelajaran dari sekolah bukan dari rumah," ujarnya


SMA Negeri 2 Pineleng menurutnya menerapkan dua model pembelajaran yakni secara daring dan luring, untuk itulah setiap hari para guru diwajibkan masuk sekolah dan memberikan pembelajaran daring dari sekolah langsung yang sudah dilengkapi WiFi serta luring bagi siswa yang datang ke sekolah.


Kisah Yoshiro ini kemudian menjadi viral di sosial media karena dibagikan oleh Anisa Angle Rambi, salah seorang guru di sekolah tersebut. Hal itu dilakukannya karena merasa prihatin dengan perjuangan yang dilakukan oleh Yoshiro sementara beberapa siswa lain yang berkecukupan malah mengeluhkan tentang pembelajaran di masa pandemi covid-19.


"Tidak sedikit siswa-siswa itu menyalahkan guru akan keadaan pembelajaran itu, sedangkan Yoshiro saya lihat dari awal pembelajaran dia selalu tekun datang ke sekolah, kemudian ketika mengikuti pembelajaran, guru-guru memberikan tugas, dia tidak pernah mengeluh, datang setiap hari ke sekolah,"


Melihat itu dia pun tergerak hatinya untuk mengangkat kisah Yoshiro ini sebagai cerminan untuk siswa-siswa lain yang mana meskipun dia melakukan sesuatu yang lebih dari yang lain, dia tidak mengeluh, kebanyakan yang mengeluh malah tidak melakukan pembelajaran dengan baik.


Yoshiro menurutnya punya sifat pemimpin, mandiri, dia tidak terpengaruh ketika dia mau ke sekolah entah ada teman atau hanya dia sendiri, dia fokus bahwa dia adalah seorang siswa dan kewajibannya adalah belajar.


"Sehingga tiap hari, pagi-pagi itu, bahkan sebelum guru ada dia sudah ada di sekolah karena dia menyadari statusnya itu sebagai peserta didik dan kewajibannya adalah belajar meskipun dari pemerintah menyarankan untuk pembelajaran secara online, tapi dari awal yoshiro sudah memberi tahu kalau dia tidak bisa mengikuti pembelajaran online, nanti dia yang datang ke sekolah," terangnya.


Para guru sendiri sudah memberikan saran agar dia mengikuti pembelajaran seminggu sekali saja, namun dia lebih memilih untuk ke sekolah setiap hari. Guru-guru pun tetap melayaninya setiap hari dengan senang hati.


"Anak ini punya semangat untuk tiap hari ke sekolah, mungkin karena sudah terbiasa sejak dulu," pungkasnya.


(ss)

CLOSE ADS
CLOSE ADS
close