JAKARTA, Indimanado.com – Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sedang menuntaskan salah satu dokumen pembangunan terpenting dalam sejarah daerah: Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulut Tahun 2025–2044.
Dokumen ini bukan sekadar regulasi administratif, melainkan peta besar pembangunan yang akan menuntun arah Sulut selama 20 tahun ke depan. Amanat UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja mewajibkan integrasi RZWP-3-K ke dalam RTRW, dan kini revisi tersebut telah mencapai tahap ke-6 dari 10 tahapan sesuai PP Nomor 21 Tahun 2022.
Gubernur Sulut Yulius Selvanus Komaling (YSK) menyampaikan optimisme tinggi bahwa Surat Persetujuan Substansi segera diperoleh.
“Revisi ini sudah melalui perjalanan panjang sejak 2018. Hari ini kita semakin dekat dengan garis akhir,” tegas YSK.
Potensi Bahari Sulawesi Utara dengan Laut sebagai Mahkota Utama dengan luas wilayah 6,49 juta hektare—daratan 22,33% dan lautan 77,67%—Sulut dikenal sebagai negeri bahari dengan garis pantai lebih dari 2.400 km.
“Potensi maritim Sulut nyaris tanpa batas. Tata ruang kita harus menjawab tantangan pesisir, pulau-pulau kecil, dan kelautan,” ujar YSK.
Visi Megah: Sulut Pintu Gerbang Nusantara
RTRW Sulut 2025–2044 diusung dengan visi:
“Terwujudnya Sulut sebagai pintu gerbang Indonesia ke kawasan Asia Timur dan Pasifik, berpusat pada penguatan ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan konektivitas, dengan bertumpu pada pariwisata, kelautan, perikanan, dan pertanian berkelanjutan demi kesejahteraan rakyat.”
YSK menekankan, visi ini bukan sekadar slogan, melainkan janji sejarah.
“Sulut harus berdiri tegak sebagai pintu gerbang bangsa ke Asia Timur dan Pasifik. Tata ruang adalah panggung besar untuk menjemput masa depan gemilang,” ucapnya.
Struktur, Pola Ruang, dan Kawasan Strategis
Revisi RTRW mengatur struktur ruang (permukiman, transportasi, energi, telekomunikasi, air, dan infrastruktur) serta pola ruang (kawasan lindung seperti hutan, mangrove, konservasi; dan kawasan budidaya seperti pertanian, pariwisata, industri, perikanan, pertahanan, dan keamanan).
KEK Bitung dan KEK Likupang menjadi motor ekonomi utama.
“Keduanya adalah jantung pertumbuhan ekonomi. Tata ruang harus menyiapkan ruang bagi investasi tanpa mengorbankan kelestarian,” kata YSK.
Multiplier Effect Ekonomi
RTRW ini diproyeksikan mampu mendongkrak ekonomi Sulut. Program cetak sawah seluas 19.527 hektare diprediksi menambah nilai ekonomi pertanian hingga Rp2,1 triliun. Dengan penguatan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, ekonomi Sulut bisa tumbuh hampir 3%.
Terintegrasi dengan RPJMN dan RPJMD
RTRW Sulut disusun selaras dengan RPJMN 2025–2029 dan RPJMD. Sembilan lokasi prioritas pembangunan nasional masuk di dalamnya, termasuk PKSN Melonguane, Tahuna, hingga kawasan metropolitan Bimindo (Bitung–Manado).
Proyek strategis seperti kereta trem, jembatan Bitung–Lembeh, hingga KEK pariwisata juga tertuang dalam dokumen ini.
“RTRW adalah harmoni besar pembangunan bangsa,” ujar YSK.
Sementara itu Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Dr. Ir. Suyus Windayana, M.App.Sc., memberikan apresiasi atas kerja keras Pemprov Sulut.
“Sulut bukan hanya patuh regulasi, tapi benar-benar menyusun dokumen dengan visi besar. Sulut layak menjadi model nasional dalam penataan ruang maritim dan pariwisata berkelanjutan,” ungkapnya.
Menutup rapat lintas sektor yang dihadiri Bupati/Wali Kota se-Sulut, YSK menegaskan:
“RTRW ini bukan arsip kertas, tetapi kompas emas pembangunan Sulut 20 tahun ke depan. Ia akan memastikan pembangunan berjalan terarah, berkelanjutan, dan menyejahterakan rakyat.” Tegas Yulius. (CM)
